UNA’IM Yapis Wamena- Di kota Wamena yang sejuk dan indah, kisah inspiratif datang dari seorang mahasiswa bernama Markus Yelimaken, mahasiswa Program Studi Administrasi Bisnis, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Amal Ilmiah Yapis Wamena, mengalami cobaan hidup yang berat ketika kedua orang tuanya meninggal dunia saat dirinya mengakhiri studi di bangku sekolah menengah atas lebih tepat di SMK Yapis Wamena.
Kehilangan ini tidak hanya meninggalkan luka mendalam secara emosional, tetapi juga menambah beban finansial yang harus ia tanggung sendirian.
Di tengah kesedihan dan tantangan yang dihadapinya, Markus menunjukkan keteguhan hati dan semangat yang luar biasa. Kata Markus, “Saat kedua orang tua saya meninggal, saya tidur di dalam honai, dan bertanya-tanya dengan cara apa untuk melanjutkan cita-cita saya sebagai seorang mahasiwa dan merai gelar sarjana,”tuturnya.
Namun, untuk memastikan dirinya bisa kuliah dan meraih gelar sarjana yang diimpikan oleh kedua almarhum orang tuanya. Markus memutuskan untuk bekerja keras. Ia memilih jalan yang tak biasa untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang mahasiswa dan merai gelar sarjana, yaitu dengan menjadi penarik becak di Kota Wamena.
Markus melakoni profesi penarik becak, saat dirinya lulus pada SMK Yapis Wamena hingga berlanjut sampai menjadi seorang mahasiwa, dengan seiring waktu, dirinya telah mengakhiri studi dibangku kuliah terhitung 5 tahun lamanya.
Markus menceritakan, dalam setahun sebagai mahasiswa akhir studi, Markus tetap kokoh dengan pendirianya untuk membagi waktu, yaitu mengikuti pembimbingan skripsi oleh dosen-dosenya. Dan sepulang dari kampus, Markus mengayuh becaknya di jalanan kota. Dengan semangat dan ketekunan, ia membawa penumpang ke berbagai tujuan di kota bertajuk kota dingin tersebut. Semua ini, demi mengumpulkan setiap rupiah untuk biaya akhir studinya yaitu wisuda.
“Becak yang saya bawa ini, bukan punya saya, ada bos yang berikan ke saya, untuk mengangkut penumpang, dan setiap hari saya harus panjar Rp.30.000. kepada bos saya. Nanti lebihnya milik saya,”akuinya.
Markus ditanya berapa untungnya.Menurutnya, sehari menarik becak bisa mendapatkan keuntungan sebesar Rp.200.000 hingga Rp.400.000.
“Tetapi biasanya sunyi, tidak dapat penumpang. Akhirnya saya pulang , dan mencari kerja serabutan lainya, seperti bantu para petani menggarap kebunya. Saya biasa disuru cabut rumput, atau mencanggkul dan menanam, juga biasanya membantu pikul barang dagangan mama-mama Papua ke pasar Putikelek. Setelah saya kerja, mereka biasa berikan saya uang lelahnya, yang tidak pasang harga, berapapun mereka kasi, yang penting saya bisa beli makan dan menabung untuk kuliah saya”ujar Markus.
Menjadi profesi penarik becak dan pekerjaan serabutan yang dilakoni Markus bertahun-tahun ini, ditabung hanya untuk merai cita-citanya sebagai seorang sarjana.
Dan tiba diwaktu yang tepat, berbekal kerja keras dan dukungan dari orang-orang di sekitarnya, Markus anak yatim piatu ini berhasil mengumpulkan cukup uang membayar Yudisium dan Wisuda ke-XVI (Enam Belas) di Kampus Universitas Amal Ilmiah Yapis Wamena.
Namanya telah diinformasikan oleh pihak kampus sebagai salah satu wisudawan. Markus akan di yudisiumkan pada 18 November 2024 dan selanjutnya mengikuti prosesi wisuda pada tanggal 20 November 2024 mendatang.
Markus si jengkot panjang ini, menjadi contoh nyata bahwa dengan tekad yang kuat dan usaha yang gigih, segala rintangan bisa diatasi. Kisah Markus Yelimaken kini menjadi inspirasi bagi banyak orang, mengajarkan bahwa tidak ada hal yang mustahil jika kita mau berusaha dan berjuang.
Sebagai tambahan, Markus Yelimaken berasal dari Kampung Amuma, Distrik Amuma, Kabupaten Yahukimo, karena sulitnya menempuh pendidikan di kabupaten asalnya, dirinya memilih melanjutakan pendidikan SMP dan SMA hingga di perguruan tinggih di Kota Wamena. Sebagai anak yatim piantu, Markus menumpang tinggal bersama keluarga dari mamanya di Kota Wamena hingga sekarang.